Gerakan Demokratisasi Gwangju atau disebut juga Gwangju Uprising merupakan perlawanan bersenjata antara warga sipil dan pasukan darurat militer yang dipimpin oleh Chun Doo-hwan, mantan presiden ke 11~12 Korea Selatan. Peristiwa ini berlangsung pada musim semi dari 18 Mei~27 Mei 1980 di Gwangju (dan daerah terdampak sekitar).

Jika dipandang lebih luas lagi, peristiwa ini berawal dari pemberontakan militer yang dipimpin oleh Chun Doo-hwan pada 12 Desember 1979. Chun Doo-hwan sebelum menjadi presiden tak terpilih merupakan anggota dari Hanahoe (Group of One), organisasi swasta dalam militer Korea Selatan yang didirikan diam-diam pada tahun 1963. Organisasi ini dipimpin oleh Chun Doo-hwan sendiri, Jeong Ho-yong, Roh Tae-woo, dan Kim Bok-dong dari Sekolah Angkatan Darat Korea angkatan 11.

Pemberontakan militer 12 Desember 1979 (Pemberontakan 12.12) dipercaya timbul akibat kekosongan pemerintahan yang terjadi setelah dibunuhnya Presiden Park Chung-hee pada Oktober sebelumnya. Choi Kyu-hah yang menjadi pengganti Presiden Park sayangnya tidak memiliki kekuatan penuh atas pemerintahan hingga akhirnya, pasukan Chun Doo-hwan berhasil mengambil alih militer. Saat itu, Chun Doo-hwan mengaku tidak ada maksud politik di balik tindakannya ini.

Pada bulan Maret 1980, para dosen serta mahasiswa yang tadinya dikeluarkan akibat akitivitas pro-demokrasi kembali ke universitas dan membentuk kelompok untuk mendukung HAM, Hak Buruh, dan kebebasan pers. Protes dari kelompok bentukan mahasiswa dan dosen ini memuncak pada 15 Mei 1980 melalui demonstrasi penolakan darurat militer yang melibatkan 100.000 pengunjuk rasa.

Chun Doo-hwan yang saat itu berperan sebagai jenderal menolak keras gerakan tersebut dengan mempersiapkan pasukan sejak dini pada 18 Februari 1980. Ia mengutus beberapa unit dalam "Pelatihan Kesetiaan" untuk mengendalikan kerusuhan. Akan tetapi, bentuk pelatihannya yang keras dianggap sebagai salah satu faktor penyebab penggunaan kekerasan membabi buta oleh pasukan terjun payung dan pasukan lain saat proses demokrasi berlangsung.

Dalam peristiwa 17 Mei 1980, Chun mengutus pasukan untuk memperluas daerah darurat militer dan secara bersamaan menutup universitas, melarang kegiatan politik, dan membatasi kegiatan pers. Ia juga mengirim pasukan ke beberapa daerah utama negara dan menggerebek konferensi nasional yang memimpin mahasiswa untuk membahas rencana mereka setelah demonstrasi 15 Mei 1980. Tak sampai di situ, Chun Doo-hwan juga memutus komunikasi untuk menekan skala protes dan menyebarkan rumor bahwa gerakan tersebut berasal dari hasutan kelompok komunis Korea Utara.

Penagkapan warga sipil orang pasukan militer
Pasukan sipil yang melakukan protes dibekali senapan karabin M1

Gerakan demokrasi pecah pada tanggal 18 hingga 27 Mei 1980. Dalam proses ini, pasukan darurat militer yang dipimpin oleh Chun Doo-hwan menekan protes dengan cara memukuli warga yang tidak bersalah, melakukan kejahatan seksual seperti kekerasan seksual, eksekusi ilegal, dan bahkan menggunakan senjata api terhadap warga sipil. Dimulai pada pukul 2 dini hari, Batalyon ke-33 dari Brigade Pasukan Lintas Udara ke-7 menduduki Universitas Nasional Chonnam. Siswa yang berkumpul di perpustakaan untuk belajar dan mahasiswa yang dibuat bingung akibat perang saudara 17 Mei lalu dihentikan dan ditahan dalam area kampus. Batalyon ke-33 di Jinju menggeledah kampus, menyerang mahasiswa tanpa pandang bulu, dan membawa mereka pergi. Saat itu, tentu saja terdapat mahasiswa yang protes, namun ada juga yang dihajar saat belajar di perpustakaan.

"Pada pukul 00.20 tanggal 18 Mei, saya makan jjajangmyeon malam hari dan tidur di perpustakan. Tetapi, pasukan terjun payun tiba-tiba datang dan memukuli saya hingga membuat saya mengalami nyeri perut dan muntah-muntah" - dikutip dari halaman 115 Catatan RS Chonnam National University, 5.18 Medical Activities <Data Records and Testimonies>, Gwangju Metropolitan City Association

"Aku yakin itu terjadi sekitar pukul 02.00. Aku mendengar suara langkah kaki yang keras, kemudian pintu dibanting. Pasukan Lintas Udara sudah masuk. Mereka meminta kunci darurat ruang baca perpustakaan pusat dariku. Kemudian para siswa diseret keluar dan dipukuli secara acak." - Kesaksian Ko Kwang-yoon (karyawan Chonnam National University saat itu).

Pada hari yang sama, pukul 10 pagi hari, terjadi protes oleh mahasiswa yang menolak perluasan darurat militer dan penutupan universitas dengan pelemparan batu. Kejadian tersebut berlangsung di depan pintu gerbang utama Chonnam National University yang saat itu telah ditutup. Pasukan yang marah karena dilempari batu kemudian mengejar para mahasiswa dan menganiaya mereka secara membabi buta dengan tongkat anti huru hara.

Beberapa pasukan terlihat memiliki senapan yang dilengkapi dengan benda tajam di ujungnya

Setelahnya, mahasiswa melakukan protes di depan gerbang Batalyon ke-33. Pasukan Batalyon ke-33 melihat hal ini kemudian meneriakkan 'serang maju' dan menyerang ke dua zona titik. Mahasiswa yang mendengar hal ini melarikan diri, namun banyak dari mereka tertangkap kemudian dipukuli dengan tongkat besi anti huru hara. Tak sampai di situ, pasukan juga mengejar para mahasiswa hingga ke lingkungan dan menyambangi daerah rumah mereka. Para mahasiswa yang kebetulan lewat dengan bus di dekatnya juga turut diserang oleh Brigade Lintas Udara ke-7. Mereka juga sempat menyerang seorang Professor dari Chonnam National University yang mendekat setelah mengungkapkan identitasnya.

Kekerasan ini terus berlangsung bahkan terhadap para siswa SMA tak bersalah yang sedang mempersiapkan ujian. Membuat para siswa ini menangis kesakitan dan ketakutan dalam perpustakaan.

Warga sipil yang memohon ampun kepada pasukan

Akibat adanya tindakan-tindakan tersebut, peristiwa ini dikenal luas sebagai kasus penindasan hak asasi manusia dan pembunuhan warga sipil oleh rezim militer. Dari peristiwa ini, dilaporkan terdapat 165 warga sipil yang tewas, 76 orang dinyatakan hilang, 3.515 orang terluka.

Memorial hall korban Gwangju Uprising

Chun Doo-hwan dilantik menjadi presiden pada Agustus 1989 setelah Choi Kyu-hah yang tadinya menggantikan presiden Park mengundurkan diri. Chun Doo-hwan dipilih melalui 2524 suara anggota Konferensi Nasional Unifikasi, sebuah institusi yang berperan dalam proses pemilihan. Suara ini berasal dari 2525 suara anggota dengan 1 suara dianggap tidak sah di mana tindakan ini dipercaya dibuat untuk membedakannya dengan pemimpin Korea Utara Kim Il-sung yang mengklaim terpilih atas 100% suara.

1 2 3